Sabtu, 13 November 2010

Antara Seoul, Merapi, dan Mentawai

WALIKOTA SUNGAI PENUH

Antara Seoul, Merapi, dan Mentawai
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kanan) dan Ibu Negara Ny Ani Yudhoyono melambaikan tangan saat memasuki pesawat kepresidenan di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (11/11).

"Satu-satunya alasan menjadi tuan bagi masa depan adalah dengan mengubah masa lalu...meninggalkan masa lalu seperti aktor tanpa peran," kata filsuf dan sastrawan Milan Kundera.

Dan pesawat Garuda Indonesia Airbus A330-300 yang membawa rombongan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Seoul, Korea Selatan, akhirnya lepas landas dari Bandara Internasional Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Waktunya,Kamis 11 November 2010 pukul 11.30 WIB atau setengah jam lebih awal dari jadwal.

Kunjungan Kepala Negara ke Seoul itu sudah masuk dalam agenda tahunan kegiatan luar negeri karena sejak pemimpin negara anggota kelompok G20 bertemu pertama kali pada November 2008 untuk membahas krisis ekonomi global, Presiden Yudhoyono tidak pernah absen.

Pada April 2009 di tengah kesibukan kampanye Pemilihan Umum legislatif, Presiden bahkan menyempatkan diri untuk hadir pada pertemuan G20 di London meski hanya pada hari pertama sesi pembukaan dan langsung menuju Surabaya untuk berkampanye.

Kali ini, Presiden Yudhoyono kembali memangkas waktu kehadirannya di pertemuan G20 namun untuk alasan yang berbeda.

Presiden yang didampingi Ani Yudhoyono baru hadir di Seoul pada hari kedua pertemuan G20 dan hanya satu hari untuk menjadi pembicara utama tentang pembangunan yang mewakili suara negara-negara berkembang.

Pada Jumat malam 12 November 2010, Presiden dan rombongan akan terbang lagi ke Yokohama, Jepang, untuk menghadiri pertemuan puncak Asia Pacific Economy Cooperation (APEC).

Kepala Negara pun hanya satu hari berada di sana dan dijadwalkan sudah tiba kembali di tanah air pada Sabtu malam, 13 November 2010.

Keberangkatan Presiden Yudhoyono ke Korea Selatan dan Jepang yang awalnya dijadwalkan pada 10-15 November 2010 itu pun diputuskan secara mendadak pada Rabu malam 10 November 2010 setelah mendengarkan kondisi terkini dari bencana letusan Gunung Merapi.

Pada Rabu malam Presiden Yudhoyono menggelar rapat internal selama tiga jam bersama dengan Wakil Presiden Boediono, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menko Perekonomian Hatta Radjasa, Menko Kesejahteraan Agung Laksono, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, Panglima TNI Agus Suhartono, dan Kapolri Timur Pradopo.

Dalam rapat tersebut, Presiden mendengarkan penjelasan secara video conference dari Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Surono, serta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Syamsul Maarif.

Usai rapat, menurut Menko Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Presiden Yudhoyono belum memutuskan apakah akan menghadiri pertemuan G20 di Seoul, Korea Selatan.

Saat itu, Wakil Presiden Boediono sudah disiapkan untuk mewakili Presiden Yudhoyono di forum G20.

Sejumlah wartawan sudah berada di Bandara Internasional Soekarno Hatta untuk ikut dalam rombongan Boediono yang akan berangkat pada Rabu malam pukul 23.00 WIB.

Namun, Menko Perekonomian Hatta Radjasa usai rapat pada Rabu malam menegaskan bahwa Presiden Yudhoyono tetap dijadwalkan menghadiri pertemuan G20 dan belum membatalkan keberangkatannya ke Seoul.

"Kita lihat saja siapa yang berangkat besok pagi di Halim," ujar Hatta.

Selusin wartawan yang sudah berada di Bandara Soekarno Hatta pun akhirnya balik badan dan pulang ke rumah masing-masing setelah mendapatkan kepastian bahwa Wapres Boediono tidak jadi berangkat ke Seoul.

Kepastian keberangkatan Presiden Yudhoyono baru merebak pada Rabu tengah malam dan pada Kamis pagi Biro Pers dan Media Istana Kepresidenan mengeluarkan jadwal kegiatan Presiden dengan menyebutkan pada pukul 12.00 WIB Kepala Negara akan berangkat ke Seoul.

Pada Kamis pagi di Kantor Kepresidenan, Presiden pun menggelar konferensi pers memastikan keberangkatannya ke Korea Selatan dan Jepang.

Keputusan itu, menurut Presiden, diambil setelah mendengarkan penjelasan Surono bahwa kondisi Gunung Merapi dalam empat hari mendatang tidak akan mengalami perubahan drastis dan bahkan cenderung membaik meski masih berstatus awas.

Meski demikian, Presiden tetap tidak ingin berlama-lama meninggalkan tanah air dalam kondisi negara yang didera bencana.

Presiden mempersingkat kunjungannya dan memutuskan mengirim Wakil Presiden Boediono ke Jepang untuk menghadiri forum APEC secara penuh serta mengadakan kunjungan kenegaraan untuk menindaklanjuti rencana kerjasama ekonomi dengan Jepang.

Wapres Boediono akan berada di Jepang pada 14-16 November 2010.

"Saya tidak boleh terlalu lama meninggalkan tanah air dalam keadaan seperti ini. Hari kedua di forum APEC akan lintas ganti. Saya pulang dan digantikan Wakil Presiden yang akan hadir penuh," kata Presiden.

Setelah menghadiri acara penganugerahan gelar pahlawan nasional di Istana Negara pada Kamis pukul 10.00 WIB, Presiden dan rombongan pun berangkat ke Seoul melalui Bandara Halim Perdanakusuma.

Letusan Gunung Merapi yang telah menyebabkan 205 korban tewas sejak erupsi pertama 26 Oktober 2010 memang menyita perhatian Presiden Yudhoyono.

Presiden sampai dua kali mengunjungi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah 2-3 November 2010 dan 5-9 November 2010.

Pada kunjungan pertama, Presiden Yudhoyono mendengarkan penjelasan penanganan tanggap darurat dari Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo dan Gubernur DIY Sultan Hamengkubuwono X serta mengunjungi beberapa lokasi pengungsian di dua provinsi tersebut.

Pada kunjungan tersebut, Presiden menekankan pentingnya kepemimpinan dalam menangani tahap tanggap darurat. Ia mewanti-wanti jajaran pimpinan daerah mulai dari gubernur sampai bupati/walikota untuk tetap berada di daerah masing-masing dan memberikan pelayanan maksimum kepada para pengungsi.

"Jangan ketika saya datang ada di situ, tapi begitu saya kembali, gubernurnya kembali, bupatinya kembali, diserahkan hanya kepada camat. Bukan itu kepemimpinan yang baik," ujarnya.

Ketika erupsi Merapi semakin berbahaya, Presiden pun mengeluarkan instruksi pada 4 November 2010 bahwa penanganan tanggap darurat berada di bawah satu komando Kepala BNPB Syamsul Maarif didukung oleh Gubernur Jawa Tengah, Gubernur DIY, Pangdam Diponegoro, Kapolda Jawa Tengah, dan Kapolda DIY.

TNI dan Polri pun diperintahkan untuk membentuk satuan khusus tanggap darurat penanganan bencana. Untuk memastikan instruksi tersebut berjalan, Presiden kembali ke Jawa Tengah dan DIY guna memastikan instruksi tersebut berjalan di lapangan.

Keberangkatan Presiden untuk kedua kali ke DIY dan Jawa Tengah itu terbilang sangat mendadak hingga melalui Bandara Internasional Soekarno Hatta karena pesawat khusus kepresidenan tidak memiliki cukup waktu untuk dipindahkan ke Bandara Halim Perdanakusuma.

Wartawan dan dua Staf Khusus Kepresidenan pun ketinggalan rombongan akibat keberangkatan mendadak yang berubah-ubah informasinya setiap jam itu.

Keberangkatan Presiden Yudhoyono ke Seoul pada Kamis siang 11 November 2010 meski bisa dibilang mendadak juga, tentunya dilakukan lebih dengan persiapan yang matang dan suasana tenteram karena tidak ada angota rombongan yang ketinggalan.

Karena kepergian Presiden itu diputuskan setelah mendengarkan keterangan Surono dan Kepala BNPB bahwa penanganan tahap tanggap darurat berjalan baik.

Sistem memang telah bekerja di lapangan dan kepala daerah patuh berada di tempatnya masing-masing pada bencana letusan Gunung Merapi.

Namun, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno yang bertandang dua hari ke Jerman tanpa ijin Presiden di tengah penanganan tanggap darurat tsunami Mentawai ternyata hanya akan mendapatkan sanksi teguran tertulis.

Menurut Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, sanksi teguran tertulis itu dipertimbangkan karena kepergian Irwan didasarkan ketidaktahuan dan wajar saja melakukan kesalahan karena baru diangkat gubernur pada Agustus 2010.

Antara Seoul, Merapi, dan Mentawai bagaikan kisah klasik Yunani, Perang Troya.

Dan perang Troya, bagi filsuf Hannah Arendt, yakni kepahlawanan bukan pertama-tama merujuk kepada keberanian mereka untuk menjemput ajal dan menderita dalam perang, melainkan keinginan untuk menunjukkan diri kepada publik bahwa ada "sebuah cerita baru bagi dirinya".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MYSTERI SEX