Pada usia berapa anak boleh ditinggal sendirian di rumah? Banyak orang tua bijaksana yang memperhitungkan usia dan kematangan anak mereka, serta kedekatan dengan teman-teman, tetangga atau kerabat. Namun sesungguhnya, ada juga aspek hukum untuk dipertimbangkan.
Masalahnya, kebanyakan negara tidak memiliki undang-undang yang mengatur berapa usia anak boleh ditinggalkan sendirian, sehingga keputusan berada di tangan orangtua. Ada yang mengatakan anak usia 8 sampai 14 tahun sudah boleh ditinggalkan, tapi Kampanye Safekids Amerika merekomendasikan agar tidak ada anak di bawah usia 12 tahun yang diijinkan tinggal di rumah sendirian.
Meskipun anak siap untuk berada di rumah sendiri, sebagian besar ahli juga setuju bahwa Anda tidak boleh membiarkan hal ini terjadi. "Bahkan seorang anak yang kelihatannya sudah dewasa dan dapat bertanggung jawab, tetap tidak boleh ditinggalkan di rumah sendirian," kata Chris Jamieson, anggota Dewan Perwakilan Anak dan Keluarga di New York.
Di luar perdebatan masalah ada tidaknya hukum yang mengatur, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum Anda meninggalkan anak sendiri di rumah:
1. Apakah anak Anda sudah bisa melakukan pertolongan pertama saat terjadi kecelakaan kecil seperti tangan terkena pisau, kebakaran, hidung berdarah atau mimisan, keracunan, tergigit hewan ataupun mata sakit.
2. Apakah anak Anda tahu persis pintu keluar untuk menyelamatkan diri jika terjadi kebakaran di rumah.
3. Apakah anak Anda tahu cara menelpon orang tua atau orang lain untuk meminta pertolongan.
4. Apakah anak Anda bisa mematuhi aturan-aturan yang Anda tetapkan di dalam rumah.
5. Apakah anak Anda memang mau ditinggal sendiri di rumah, karena jangan sampai ada rasa terpaksa.
Jika anak Anda memang siap untuk ditinggal sendiri di rumah, lakukan test awal terlebih dahulu. Misalnya berikan sejumlah instruksi dan tinggalkan telepon genggam, lalu cobalah minta tolong kepada tetangga atau orang yang anda percaya untuk datang ke rumah. Sekitar 30-40 menit kemudian, datanglah dan lihat apa yang terjadi.
Jika melalui tes awal Anda sudah merasa yakin, maka bolehlah Anda meninggalkan sang buah hati sendiri, tetapi ingat, jangan meninggalkannya sendiri lebih dari satu jam, dan pastikan anda bisa selalu dihubungi melalui telepon.
Kamis, 28 Oktober 2010
INILAH ORANG MUDA KAYA KREATIF YANG HENGKANG DARI FACEBOOK YANG TURUT DI BIDANI NYA NAMUN SAHAM DI FACEBOOK MASIH ADA 6% JAMBI EKSPRES: DUSTIN MOSKOVI
Rabu, 27 Oktober 2010 | 07:31 WIB
Fenomena Facebook tidak hanya soal teknologi informasi, internet. Facebook juga telah melahirkan miliuner muda dengan usia dua puluhan tahun. Masuknya anak-anak muda ini membuat rata-rata umur orang-orang terkaya AS menurun menjadi 65,7 tahun.
Demikian menurut Forbes America’s Top 400 Richest. Namun, hanya ada enam orang miliuner AS berusia di bawah 40 tahun, tetapi tiga di antaranya adalah pendiri Facebook.
Mereka muda, kreatif, kaya, ganteng, dan masih bujang. Salah satu dari mereka itu adalah Dustin Moskovitz. Dia merupakan miliuner termuda AS di usianya yang ke-26. Moskovitz delapan hari lebih muda dari mantan teman sekamarnya di Harvard dan sama-sama pendiri Facebook, Mark Zuckerberg. Moskovitz berada di urutan ke-35 dari daftar 400 orang kaya versi Forbes.
Walaupun turut membidani Facebook, Moskovitz meninggalkan manajemen Facebook pada tahun 2008 untuk mengembangkan Asana, sebuah perusahaan perangkat lunak yang memungkinkan pribadi atau perusahaan kecil berkolaborasi dengan lebih baik.
Perusahaan itu menarik beberapa pionir dan mungkin akan menjadi perusahaan berharga suatu hari nanti. Majalah Forbes memperkirakan, Moskovitz memiliki kekayaan 6,9 miliar dollar AS (sekitar Rp 61,7 triliun), sebagian berasal dari kepemilikan saham 6 persen di Facebook yang bernilai 1,4 miliar dollar AS.
Kekayaan Moskovitz mengalahkan kekayaan Chief Executive Officer (CEO) Apple Steve Jobs, yang memiliki kekayaan 6,1 miliar dollar AS.
Teknologi informasi telah menjadi salah satu ajang pencetak warga kaya di AS. Bill Gates, misalnya, memulai debutnya sebagai orang kaya tahun 1986 pada usia 30 tahun, dengan kekayaan bersih 315 juta dollar AS.
Michael Dell, pembuat merek Dell, mulai masuk daftar warga kaya pada usia 26 tahun dan 19 tahun kemudian masih tetap ada dalam daftar 20 miliuner terkaya AS. Demikian pula David Filo dan Jerry Yang (Yahoo) yang menjadi jutawan pada usia muda.
Moskovitz mengambil jurusan ekonomi di Harvard University dan Zuckerberg juga pernah kuliah di universitas yang sama.
Keduanya keluar dari Harvard untuk pergi ke San Francisco dan mendirikan perusahaan pada 2004 bersama Eduardo Saverin dan Chris Hughes.
Saverin (28), juga otak pendirian Facebook, tidak ikut keluar dari Harvard dan lulus menjadi sarjana.
Facebook dan Saverin pernah saling menggugat. Masalah tersebut diselesaikan dengan memberikan saham Facebook sebesar 5 persen kepada Saverin. Biografi Saverin sebagai pendiri juga dipasang di halaman Facebook. Saham itu kini bernilai 1,15 miliar dollar AS dan membuat Saverin berada di urutan ke-356 dari daftar Forbes 400.
Mendirikan Asana
Empat tahun kemudian Moskovitz juga meninggalkan Facebook dan mendirikan Asana. Tahun lalu Asana mendapatkan dana sebesar 9 juta dollar AS dari perusahaan patungan Benchmark Capital dan Andreessen Horowitz.
Menurut Forbes, kekayaan Moskovitz naik pesat atau meningkat 245 persen pada tahun lalu. Kenaikan itu berasal dari investasi Moskovitz pada Digital Sky Technologies, sebuah perusahaan Rusia yang menginvestasikan dana sebesar 200 juta dollar AS di Facebook. Digital Sky Technologies adalah perusahaan terkemuka di Eropa dalam jejaring sosial.
Asana bukanlah perusahaan besar yang mempekerjakan ratusan pegawai. Asana diawaki oleh anak-anak muda yang memiliki semangat dan kreativitas. Seperti yang dicantumkan di situs Asana, perusahaan itu membicarakan soal strategi pertumbuhan alternatif.
Perusahaan diharapkan bisa bertumbuh pesat walau dengan pegawai yang sedikit. Kemampuan kolektif bisa membuat perusahaan mencapai pendapatan besar.
Asana yang dikelola oleh anak-anak muda jebolan Facebook dan Google ini meniru beberapa strategi Facebook.
Peran anak muda ini (Moskovitz) akan dibintangi oleh Joseph Mazzello dalam film The Social Network tentang pendirian Facebook.
Walaupun punya banyak uang, pemuda ini tidak boros. Dia masih tinggal di rumah sewaan sederhana di Palo Alto, California, AS.
Apa yang dilakukan dengan kekayaan itu? Pada September lalu dalam acara Oprah Winfrey dia memberi 100 juta dollar AS kepada beberapa sekolah di Newark, AS. Hadiah itu merupakan yang terbesar oleh pemuda seusianya dalam sejarah AS.
Moskovitz juga memberikan dana 70.000 dollar AS untuk mendukung Proposition 19, sebuah RUU yang sedang mengusahakan legalisasi mariyuana di California.
Proposition 19 berusaha agar warga berusia 21 tahun lebih diperbolehkan memiliki dan menanam ganja (Cannabis) untuk penggunaan personal serta memperbolehkan pemerintah mengatur produksi dan pajak serta penjualannya. Tidak banyak orang kaya yang mendukung usulan ini.
Mengapa mendukung itu? Mokovitz mengatakan, banyak sekali inisiatif di luar sana. Prop 19 akan membuat stabil keamanan nasional dan meningkatkan perekonomian di negara bagian. Usulan tersebut juga akan mengurangi penghuni penjara karena kekerasan akan berkurang.
GUBERNUR DKI BANJIR UCAPAN BELASUNGKAWA DAN BANJIR BENERAN DI IBUKOTA
JAMBI GLOBAL BY:TONI SAMRIANTO
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo memberikan penjelasan kepada wartawan saat melihat langsung pembangunan saluran air di perempatan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (26/10/2010). Gubernur berharap pembangunan sistem drainase ini mampu mengurangi genangan air akibat hujan yang kerap melanda kawasan tersebut.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo kebanjiran ucapan belasungkawa dari para delegasi kota-kota peserta Pertemuan Asia-Eropa atau Asia-Europe Meeting (ASEM) untuk para gubernur dan wali kota di Hotel Kempinski, Kamis (28/10/2010). Para delegasi mengucapkan belasungkawa atas peristiwa bencana alam gunung meletus di Gunung Merapi di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta serta tsunami dan gempa di Mentawai, Sumatera Barat.
Foke, begitu Fauzi Bowo biasa disebut, berterima kasih atas ucapan belasungkawa yang diterimanya secara langsung dari rekan-rekan gubernur dan wali kota dari sejumlah negara di Asia dan Eropa, antara lain Berlin (Jerman), Bangkok (Thailand), Vientiane (Laos), Rotterdam (Belanda), Seoul (Korsel), Tokyo (Jepang), Brunei Darussalam, Manila (Filipina), dan Phnom Penh (Kamboja).
"Saya mengucapkan terima kasih atas solidaritas dan empati Anda sekalian tentang apa yang terjadi di Indonesia belakangan ini. Kita tahu, terjadi hampir bersamaan, gempa di Mentawai, juga peristiwa gunung meletus di Merapi. Terima kasih," katanya di depan para delegasi.
Tadi pagi, pembukaan ASEM untuk para gubernur dan walikota yang baru kali pertama digelar ini juga diawali dengan mengheningkan cipta. Prosesi yang dipimpin oleh pembawa acara ini ditujukan sebagai wujud rasa belasungkawa terhadap para korban yang berjatuhan karena bencana alam yang terjadi.
Bencana alam di Mentawai dan Merapi bukannya tiba-tiba. Sebelumnya, Indonesia juga berduka karena banjir bandang di Wasior, Papua Barat, menelan ratusan korban jiwa.
PODA METRO JAYA AMAN KAN 9.10 PIL EKSTASI
Pemberantasan Narkotika
Kamis, 28 Oktober 2010 | 13:19 WIB
Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya berhasil mengungkap jaringan peredaran gelap tindak pidana narkotika jenis ekstasi. Dari tangan tersangka, polisi berhasil mengamankan 9.210 butir ekstasi dan 9,075 kilogram serbuk bahannya.
"Kita berhasil mengungkap dari hari Sabtu (23/10/2010) lalu dengan pengembangan kasus sebelumnya dan informasi dari masyarakat," kata Komisaris Besar Anjan P Putra, Direktur Narkoba Polda Metro Jaya kepada wartawan di Direktorat Narkoba, Kamis (28/10/2010).
Dari pengungkapan ini, seorang tersangka berinisial BR alias AN (25) seorang WNI berhasil diamankan.Awalnya, petugas mendapat informasi dari masyarakat mengenai aksi BR di rumah tersebut yang mencurigakan.
Saat ditangkap, BR memiliki barang bukti narkoba 9.210 butir ekstasi berbagai warna dengan berat 2, 766 kilogram. "Ada juga yang masih dalam bentuk serbuk warna putih, merah, hijau, oranye, coklat, dan krem dengan berat 9, 075 kilogram," kata Anjan.
Petugas juga menemukan satu buah alat cetak beserta 26 buah mata cetak dan peralatan lainnya. "Alat cetak ini resmi karena biasanya untuk mencetak obat. Kalau bubuk yang ada berhasil dicetak bisa menghasilkan puluhan ribu butir lagi," terangnya.
Anjan mengatakan barang bukti yang dimiliki oleh BR kualitasnya cukup keras dan sudah di tes di laboratorium hasilnya positif. "Setelah jadi, wilayah pemasarannya di Jakarta dan Bandung," terangnya
Dari hasil penyitaan barang bukti apabila dinkonversi bernilai Rp 5 Miliar. BR dikenakan pasal 113 ayat 2 subsider pasal 112 ayat 2 subside pasal 129 UU RI No 35 tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman hukuman matu, seumur hidup, atau pidana penjara.
Kamis, 28 Oktober 2010 | 13:19 WIB
Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya berhasil mengungkap jaringan peredaran gelap tindak pidana narkotika jenis ekstasi. Dari tangan tersangka, polisi berhasil mengamankan 9.210 butir ekstasi dan 9,075 kilogram serbuk bahannya.
"Kita berhasil mengungkap dari hari Sabtu (23/10/2010) lalu dengan pengembangan kasus sebelumnya dan informasi dari masyarakat," kata Komisaris Besar Anjan P Putra, Direktur Narkoba Polda Metro Jaya kepada wartawan di Direktorat Narkoba, Kamis (28/10/2010).
Dari pengungkapan ini, seorang tersangka berinisial BR alias AN (25) seorang WNI berhasil diamankan.Awalnya, petugas mendapat informasi dari masyarakat mengenai aksi BR di rumah tersebut yang mencurigakan.
Saat ditangkap, BR memiliki barang bukti narkoba 9.210 butir ekstasi berbagai warna dengan berat 2, 766 kilogram. "Ada juga yang masih dalam bentuk serbuk warna putih, merah, hijau, oranye, coklat, dan krem dengan berat 9, 075 kilogram," kata Anjan.
Petugas juga menemukan satu buah alat cetak beserta 26 buah mata cetak dan peralatan lainnya. "Alat cetak ini resmi karena biasanya untuk mencetak obat. Kalau bubuk yang ada berhasil dicetak bisa menghasilkan puluhan ribu butir lagi," terangnya.
Anjan mengatakan barang bukti yang dimiliki oleh BR kualitasnya cukup keras dan sudah di tes di laboratorium hasilnya positif. "Setelah jadi, wilayah pemasarannya di Jakarta dan Bandung," terangnya
Dari hasil penyitaan barang bukti apabila dinkonversi bernilai Rp 5 Miliar. BR dikenakan pasal 113 ayat 2 subsider pasal 112 ayat 2 subside pasal 129 UU RI No 35 tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman hukuman matu, seumur hidup, atau pidana penjara.
CHINA BALAS PERANCIS DAN PORTUGAL
DIPLOMASI
Kamis, 28 Oktober 2010 | 15:42 WIB
Hu Jintao, Presiden China
Presiden China Hu Jintao akan melakukan kunjungan ke Perancis dan Portugal pada 4-7 November. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Ma Zhaoxu, mengumumkan hal itu pada Kamis (28/10/2010). Hu akan melakukan kunjungan atas undangan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy dan Presiden Portugis Anibal Cavaco Silva, kata Ma. Hubungan China-Perancis menurut Ma berada pada jalur yang benar. Pada April lalu, hubungan China-Perancis yang mengalami kemunduran dalam beberapa tahun terakhir, kembali ke jalur yang benar seperti yang ditunjukkan oleh kunjungan Presiden Perancis Nicolas Sarkozy ke China. Presiden Hu Jintao, Ketua Parlemen Wu Bangguo, dan Perdana Menteri Wen Jiabao melakukan pertemuan dengan Sarkozy, yang tiba di China pada akhir April untuk kunjungan tiga hari. Para pemimpin kedua negara saling bertukar pandangan mengenai peningkatan kemitraan strategis semua bidang China-Perancis, selain masalah-masalah internasional dan regional. Sarkozy ketika itu juga berkunjung ke Shanghai untuk menghadiri upacara pembukaan World Expo 2010 pada Jumat.
ADA SETAN! 11 ORANG TERJUN DARI LANTAI 2
Unik
Ini tragedi memilukan di negeri rasional. Sebuah keluarga terdiri dari 13 orang, termasuk bayi, dicekam ketakutan karena penampakan setan di sebuah apartemen di Versailles, Perancis. Dari 13 orang itu, 11 di antaranya langsung terjun dari lantai dua. Seorang bayi tewas seketika.
Bagaimana itu bisa terjadi?
Odile Faivre, deputi jaksa Versailles kepada Sky News, mengatakan, 13 orang itu sedang menonton televisi di lantai dua apartemen. Sekitar pukul 03.00 dini hari, seorang pria dari mereka mendengar bayinya menangis.
Pria keturunan Afrika itu lantas bangkit dan membuatkan susu untuk si bayi. Dia melakukan itu sambil tetap bertelanjang bulat. Nah, saat itulah, beberapa orang di situ melihat si pria dan langsung terkejut. Ada yang berteriak, "Ada setan... ada setan..!"
"Pria itu mengalami luka serius di tangannya karena tertusuk pisau sebelum dia terjun dari apartemen itu melalui pintu," katanya. Sesaat kemudian, 10 orang lainnya terjun karena ketakutan. Tidak jelas siapa penusuk si pria tadi, tetapi seorang bayi di antara mereka tewas.
Bagaimana itu bisa terjadi?
Odile Faivre, deputi jaksa Versailles kepada Sky News, mengatakan, 13 orang itu sedang menonton televisi di lantai dua apartemen. Sekitar pukul 03.00 dini hari, seorang pria dari mereka mendengar bayinya menangis.
Pria keturunan Afrika itu lantas bangkit dan membuatkan susu untuk si bayi. Dia melakukan itu sambil tetap bertelanjang bulat. Nah, saat itulah, beberapa orang di situ melihat si pria dan langsung terkejut. Ada yang berteriak, "Ada setan... ada setan..!"
"Pria itu mengalami luka serius di tangannya karena tertusuk pisau sebelum dia terjun dari apartemen itu melalui pintu," katanya. Sesaat kemudian, 10 orang lainnya terjun karena ketakutan. Tidak jelas siapa penusuk si pria tadi, tetapi seorang bayi di antara mereka tewas.
PILKADA DAN PENTING NYA POLITIKAL MARKETING STRATEGI OLEH TONI SAMRIANTO: PENGAMAT POLITIK DALAM PILKADA
Tidak dipungkiri bahwa Pilkada adalah suatu pristiwa politik, namun proses dan hasil Pilkada dapat pula dicapai melalui analisis mekanisme pasar dan pendekatan makro-mikro ekonomi.
Mensukseskan Pilkada (KPUD) dan memenangkan Pilkada (kandidat Gubernur/Bupati/Walikota) membutuhkan analisis untung rugi dan kalkulasi ekonomi yang akurat yakni bagaimana mengurangi resiko-biaya sosio-ekonomi dan sosio-politik. Efisiensi penting dalam berbagai bidang baik dalam pelaksanaan Pilkada (KPU/Desk Pilkada) maupun cara memenangkan Pilkada (kandidat/ koalisi/non koalisi partai pendukung). Tim sukses kandidat Pilkada seharusnya berpikir strategik-efisien bagaimana mengurangi resiko dan meningkatkan keuntungan/manfaat (”to minimize risks and to maximizize profits”). Hal ini diperlukan agar Pilkada dapat dilaksanakan secara efisien bukan sekedar efektif dengan mengurangi beban (”economic burdens”) dibandingkan dengan manfaat politik (”political benefits”). Dua kerugian dan kemubaziran yang timbul pertama pelaksanaan Pilkada tidak dijalankan dengan efisien dan yang kedua biaya ekonomi dan ongkos politik dari kandidat Gubernur/Bupati/ Walikota akan semakin besar.
Efisiensi Pilkada baik secara institusional (beban anggaran KPUD/Desk Pilkada) maupun personal (dana kampanye dan sosialisasi Kandidat) baru dapat dicapai apabila proses dan hasil yang diterima di Pilkada (”political process and outputs”) menjadi bahagian yang tidak terpisahkan dari suatu proses produksi ekonomi (”economic process and commercial products”). Oleh karenanya yang dibutuhkan oleh kandidat adalah adanya tim sukses yang mampu mensimultankan antara keuntungan socio-politik dengan biaya ekonomi yang dikeluarkan. Namun demikian, pada akhirnya demi kemenangan sebagai tujuan akhir kandidat sering faktor efisiensi/berdayaguna menjadi prioritas kedua yang penting berhasilguna/efektif memenangkan Pilkada bahkan adakalanya dengan cara apapun atau menghalalkan semua cara. Ketokohan dan Strategi Marketing Politik Sebagai bahagian dari proses ”politico-economicizing” telah terjadi pergeseran pola manajemen politik dari dominasi institutional (Pemerintah dan Partai Politik) ke ”consumer oriented” yakni kekuatan massa (”people power”) melalui partisipasi sosial. Masyarakat sebagai konsumen politik akan membeli produk politik yang dianggap menguntungkan. Memilih kandidat sama dengan membeli barang. Oleh karenanya, promosi, sosialisasi dan ”uji petik” kandidat yang akan dipilih sama dengan barang yang akan dipakai. Di sini kualitas kandidat menjadi faktor utama, dan pentingnya ketokohan dan panutan. Ketokohan yang dapat membaca maunya pemilih (”mind reading”), beremphati dengan menunjukkan simpati kepada pemilih potensial dan pendukung emosional. Ketokohan juga diwujudkan pada pola pikir kewajaran dengan memperlakukan massa pendukung dan penentang kita secara proporsional. dan berkemampuan membangun dialog interaktif dengan cara lebih banyak mendengar apa mahunya konstituan. Apabila mampu membangun suasana dialogis yang berkesinambungan, maka kandidat akan mampu menangkap peluang “pasar pemilih potensial” yang di hari “H” akan menjadi pemilih efektif.
Adalah wajar jika kandidat menggunakan berbagai cara untuk membuka akses pada sumber daya politik berupa pusat informasi (”information desk”) bagi yang mempromosikan kandidat yang dijalankan oleh tim sukses. Terbentuknya berbagai “center, club, front aksi,” yang dibangun dan disponsori oleh kandidat merupakan upaya-upaya mencari cara dan format yang tepat sehingga melalui R & D (”Research and Development”) ini diharapkan dapat menghasilkan data akurat tentang pemetaan politik diri dan lawan. Dalam konteks seperti ini faktor partai pendukung menjadi ”essential but not enough” yakni penting tetapi tidak cukup menjamin, karena ketokohan kandidat akan menentukan karena yang dijual bukan partai tetapi kandidat. Memang Pilkada berindikasi mengiring proses rekrutmen pimpinan politik ke kedaulatan rakyat secara langsung (direct democracy) bukan melalui perpanjangan partai yang dalam kamus politik dikenal ”kedaulatan partai” (partycracy).
Mengedepankan visi dan misi yang marketable, merupakan koridor tuntutan yang akan dicapai dalam upaya menarik hati pemilih sebagai kustomer. Untuk itu diperlukan memfokuskan pengalokasi potensi sumber suara pendukung politik dengan strategi membangun image kandidat. Berbagai potensi kandidat dipasarkan dengan menggunakan “merek” yang mudah dikenal (”marketable branding”) yang melekat/inherent pada diri kandidat. Keunggulan kandidat menjadi produk yang mudah dijual (”saleable candidate”) melalui sarana promosi, memanfaatkan berbagai sarana (”political market places”). Sebahagian kandidat ada yang melakukukan riset pasar untuk mencari kantong-kantong pendukung tradisional/basis massa loyal dan pendukung potensial/basis massa rasional. Menjual Kandidat sebagai Politik Kewirausahaan ”Political entrepreneurship” memang agak aneh di dengar mengingat konsep politik lebih ke ”cost centered” sedangkan entreperenur cenderung ke ”profit centered”. Koneksi politik dengan membangun ”political networking” melalui pendekatan analisis ekonomi sebagai basis ”political marketing” sangat penting. Mendongkrak popularitas kandidat ke tataran atas (”political elites”)-suprastruktur politik dan bawah (”political grassroot”)-infrastruktur politik dalam sistem politik sangat diperlukan. ”Customer-driven politics” yakni menempatkan konstituan adalah raja akan mudah untuk mengidentifikasi platform pemasaran kandidat dalam tataran politik massa, potensi suara yang diplot yang dapat memberikan kontribusi positif pada pemenangan pemilih. Membangun daya saing politik diperlukan sekaligus sebagai sarana (”market place”) memasarkan kapabilitas kepemimpinannya ke pemilih yang mereka bidik (target group) dengan berbagai desain politik sesuai dengan kondisi dan ekspektasi/harapan pemilih. Pilkada sebagai suatu proses transaksi ”political trading” dalam jangka panjang dapat dikategorikan sebagai “political investment”. Agar tidak terjadi kolaborasi kohesif-negatif antara pemilih dengan kandidat setelah kemenangan dicapai yang akan syarat dengan politik balas budi (”rewarding politics”) dan berpotensi KKN, maka dibutuhkan adanya ”accountable politics:- yakni ethika politik yang diinstitusionalisasikan dengan kekuatan hukum positif bersangsi (”law enforcement”). Jika tidak terbangun moral politik yang baik dan benar, maka sukses Pilkada hanya dalam pelaksanaan Pilkada (3 bulan) akan tetapi tidak menghasilkan pemimpin yang sukses membangun paska Pilkada (5 tahun). Jadi Pilkada bukan ditujukan hanya mendukung kondusifnya iklim politik jangka pendek dengan melihat Pilkada berjalan dengan aman, ternyata dapat kita lihat amannya Pemilu dan Pemilihan Presiden 2004 masih menyisakan kasus hukum di KPU dan berbagai hambatan struktural lainnya.
Paska Pilkada yang perlu dibangun adalah ”memagari” Gubernur/Bupati/ Walikota terpilih dengan pagar hukum sehingga arah pembangunan sesuai dengan koridor hukum positif dan tujuan moral sosial. Kandidat terpilih diharapkan mampu membangun hubungan dengan konstituan dalam jangka panjang dengan jaringan berskala trans-lokal. Sangat memungkinkan apabila sukses menjadi Bupati/Walikota atas dukungan masyarakat dapat mempersiapkan diri untuk mengabdi di tugas-tugas lebih besar. Seorang Walikota/Bupati yang sukses (memimpin dengan baik, dan mengelola administrasi dengan benar) maka akan mempermudah membangun political marketing untuk masuk ke bursa balon Gubernur bahkan menjadi Menteri.
Antagonistik politik “Black Campaigns” Kandidat perlu memahami kondisi sosial sekarang untuk tujuan pemetaan dukungan dimasa mendatang. Analisis kondisi internal kandidat dan situasi ekternal diperlukan melalui input data socio-politik yang mampu memetakan basis massa secara politik (“politically demographic mapping”). Analisis pesaing kandidat dan analisis basis pendukung cukup berpengaruh karena memetakan lawan sebagai “political competitors” jangan dilihat dari sisi negative tetapi ambil substansi positif. Hal ini diperlukan agar para “petarung politik” adalah mereka yang super-kualifai yakni pertarungan antara kandidat dari kategori terbaik dari yang terbaik (“the best of the best”).
Bukan hanya di sisi hukum para kandidat berhak karena telah mengikuti prosedural dan memenuhi persyaratan, akan tetapi yang lebih penting adalah karena mereka merupakan hasil proses seleksi (memilah dan memilih) dari berbagai bakal calon yang terbaik diantara sesamanya (“primus inter-pares”). Partai boleh mengabaikan kandidat potensial yang tidak terfasilitasi karena berbagai persyaratan dan kepentingan internal partai yang mungkin tidak mampu dipenuhi oleh kandidat potensial. Namun mereka bisa muncul menjadi calon independen-non partai. Calon independen dapat meraih simpati dari kalangan pemilih non partisan yang cukup signifikan termasuk dari golongan putih (Golput). Mereka dapat dari kalangan antipati partai karena kecewa dengan kepengurusan yang ada dan sebagai akibat karena program partai yang sloganis-bombatis di saat Pemilu tetapi tidak terealisasikan. Belum lagi pola-pola sikap dan prilaku kader partai yang duduk di lembaga legislatif yang mungkin tidak sejalan dengan keinginan massa pemilih. Adalah sangat disayangi jika ada kecurangan dan upaya-upaya untuk berbuat dengan segala cara meskipun melanggar koridor hukum dan ethika berpolitik yang sehat hanya sekedar untuk menang. Padahal bagi kandidat yang menang, sesungguhnya secara politik populis telah mendapatkan kedekatan hati dengan rakyat yang mungkin telah terbangun cukup lama. Kandidat yang kalah harus berani menempatkan dirinya sebagai figur lapis dua dan phenomena kekalahan adalah tidak lebih dari ”kemenangan yang tertunda” dari hasil yang telah ditetapkan oleh pemilih yang sesungguhhnya telah mereka tempatkan sebagai “political customers” tadi. Namun adakalanya cara-cara non-elegen dan ”kampungan” diterapkan oleh kandidat yang sesungguhnya berpotensi untuk kalah, dan berpeluang kecil untuk mengalahkan lawan politiknya.
Kita sangat familiar dengan jargon politik ”black campaigns” yang sesungguhnya bersifat antagonistik dan justru bisa meningkatkan rating popularitas orang yang diblack-campaingkan. Cara kotor ini menjadi stigma atau noda dalam proses politik yang demokratis. Secara teoritis kampanye negatif hanya menghasilkan reaksi positif bagi orang yang dikampanye-negatifkan karena secara otomatis ”si objek” memperoleh nilai tambah dalam kampanye tak langsung (”indirect campaign”) atas dirinya. ,Mereka dapat dikategorikan sebagai orang yang dianiaya dan teraniaya. Teori “look glass-self” yang berarti ”saya adalah apa yang orang lain lihat/pikirkan” terwujud di sini. Mereka yang mengkampanyekan negatif terhadap lawan politiknya dalam teori ini sesungguhhnya telah mengkampanyekan sifat negatif atas dirinya sendiri di hadapan publik atau justru lebih banyak menceritakan sisi buruk dirinya sendiri dibandingkan lawannya. Permasalahannya, banyak kampanye negatif hanya muncul dalam bentuk informasi tampa mengetahui sumber pengirimnya, namun arahnya jelas ditujukan untuk mengecilkan seseorang agar orang lain yang didukungnya menjadi besar, kuat dan menang. Perlu dipahami bahwa sangat kecil kemenangan dicapai melaui cara-cara seperti ini.
Politik lokal Bermulti-dimensi Memang secara politik praktis, Pilkada Propinsi Kepulauan Riau termasuk Batam dilaksanakan di tingkat lokal, tetapi mengingat ”sifat lokalitas Kepri dan Batam yang sudah ”go international”, maka aroma dan dinamika politik provinsial dan lokal juga akan berimplikasi pada efek global. Jadi Pilkada di Kepri dan Batam jangan dianggap enteng hanya sebagai suatu proses politik reguler dan rutin karena ia akan berdampak pada ekonomi kosmopolitan yang telah dikembangkan. Secara geo-politik perlu disadari bahwa kamajuan ekonomi lokal di Kota Batam saat ini sudah mengalami internasionalisasi ke tataran pasar global. Adalah wajar apabila Pemerintah Singapura dan Kerajaan Negeri Johor-Malaysia bahkan dunia politik internasional juga mengamati phenomena politik dan proses pemantangan pesta demokrasi di Indonesia ini khususnya yang terjadi di wilayah perbatasan negara mereka.
Jadi bahwa Pilkada bukan hanya suatu proses politik sesaat dan setempat. Dalam dimensi waktu dan tempat jawabannya adalah ”ya/benar” bahwa Pilkada insya Allah sukses dilaksanakan di Propinsi Kepulauan Riau/Kabupaten/Kota di wilayahnya, dan sukses dilaksanakan tepat waktu. Namun dari sisi efek pada tataran ekonomi yang lebih luas dan politik yang mendalam masih perlu dipertanyakan. Sukses Pilkada bukan sekedar mampu melaksanakan berbagai tahapan sesuai dengan proses dan prosedural sebagaimana yang dipersyaratkan tetapi mampu menghasilkan pemimpin yang dapat mengisi makna dan maksud kenapa Pilkada dengan dana milyaran rupiah itu dibutuhkan.
Dalam perspektif politik moderen, adalah hal yang wajar dan normal jika memasukkan proses Pilkada pada analisis ”costs and benefits” yang menjadi konsep kunci untuk menemukan model yang sehat dan akurat serta bermanfaat dalam menentukan satu pilihan dari berbagai alternatif yang dianggap terbaik. Dalam kaitan ini, perlu dicermati sekali lagi bahwa Pilkada bukan semata-mata peristiwa politik, tetapi sudah masuk ke dimensi ekonomi dan dimensi-dimensi lainnya.
Konsekwensi logis dari institusionalisasi Pilkada ke dalam transaksi ekonomi, maka yang diperlukan adalah adanya penerapan prinsip-prinsip political management model yang moderen, terbuka, akuntabel, termasuk didalamnya adanya ”marketing strategy” yang efektif dan lagi efisien.
Hanya dengan cara inilah, pemborosan di tingkat kelembagaan (KPUD/Desk Pilkada) dapat ditekan dan pemubaziran dana oleh kandidat dapat diantisipasi. Perlu ditekankan bahwa Pilkada adalah hanya sebuah sarana dan wacana untuk mencapai tujuan, dan bukan tujuan itu sendiri. Kenapa kita harus habis-habisan, sampai kita harus kehabisan kehal-hal yang tidak habis-habisnya? Semoga. Diposkan oleh
Mensukseskan Pilkada (KPUD) dan memenangkan Pilkada (kandidat Gubernur/Bupati/Walikota) membutuhkan analisis untung rugi dan kalkulasi ekonomi yang akurat yakni bagaimana mengurangi resiko-biaya sosio-ekonomi dan sosio-politik. Efisiensi penting dalam berbagai bidang baik dalam pelaksanaan Pilkada (KPU/Desk Pilkada) maupun cara memenangkan Pilkada (kandidat/ koalisi/non koalisi partai pendukung). Tim sukses kandidat Pilkada seharusnya berpikir strategik-efisien bagaimana mengurangi resiko dan meningkatkan keuntungan/manfaat (”to minimize risks and to maximizize profits”). Hal ini diperlukan agar Pilkada dapat dilaksanakan secara efisien bukan sekedar efektif dengan mengurangi beban (”economic burdens”) dibandingkan dengan manfaat politik (”political benefits”). Dua kerugian dan kemubaziran yang timbul pertama pelaksanaan Pilkada tidak dijalankan dengan efisien dan yang kedua biaya ekonomi dan ongkos politik dari kandidat Gubernur/Bupati/ Walikota akan semakin besar.
Efisiensi Pilkada baik secara institusional (beban anggaran KPUD/Desk Pilkada) maupun personal (dana kampanye dan sosialisasi Kandidat) baru dapat dicapai apabila proses dan hasil yang diterima di Pilkada (”political process and outputs”) menjadi bahagian yang tidak terpisahkan dari suatu proses produksi ekonomi (”economic process and commercial products”). Oleh karenanya yang dibutuhkan oleh kandidat adalah adanya tim sukses yang mampu mensimultankan antara keuntungan socio-politik dengan biaya ekonomi yang dikeluarkan. Namun demikian, pada akhirnya demi kemenangan sebagai tujuan akhir kandidat sering faktor efisiensi/berdayaguna menjadi prioritas kedua yang penting berhasilguna/efektif memenangkan Pilkada bahkan adakalanya dengan cara apapun atau menghalalkan semua cara. Ketokohan dan Strategi Marketing Politik Sebagai bahagian dari proses ”politico-economicizing” telah terjadi pergeseran pola manajemen politik dari dominasi institutional (Pemerintah dan Partai Politik) ke ”consumer oriented” yakni kekuatan massa (”people power”) melalui partisipasi sosial. Masyarakat sebagai konsumen politik akan membeli produk politik yang dianggap menguntungkan. Memilih kandidat sama dengan membeli barang. Oleh karenanya, promosi, sosialisasi dan ”uji petik” kandidat yang akan dipilih sama dengan barang yang akan dipakai. Di sini kualitas kandidat menjadi faktor utama, dan pentingnya ketokohan dan panutan. Ketokohan yang dapat membaca maunya pemilih (”mind reading”), beremphati dengan menunjukkan simpati kepada pemilih potensial dan pendukung emosional. Ketokohan juga diwujudkan pada pola pikir kewajaran dengan memperlakukan massa pendukung dan penentang kita secara proporsional. dan berkemampuan membangun dialog interaktif dengan cara lebih banyak mendengar apa mahunya konstituan. Apabila mampu membangun suasana dialogis yang berkesinambungan, maka kandidat akan mampu menangkap peluang “pasar pemilih potensial” yang di hari “H” akan menjadi pemilih efektif.
Adalah wajar jika kandidat menggunakan berbagai cara untuk membuka akses pada sumber daya politik berupa pusat informasi (”information desk”) bagi yang mempromosikan kandidat yang dijalankan oleh tim sukses. Terbentuknya berbagai “center, club, front aksi,” yang dibangun dan disponsori oleh kandidat merupakan upaya-upaya mencari cara dan format yang tepat sehingga melalui R & D (”Research and Development”) ini diharapkan dapat menghasilkan data akurat tentang pemetaan politik diri dan lawan. Dalam konteks seperti ini faktor partai pendukung menjadi ”essential but not enough” yakni penting tetapi tidak cukup menjamin, karena ketokohan kandidat akan menentukan karena yang dijual bukan partai tetapi kandidat. Memang Pilkada berindikasi mengiring proses rekrutmen pimpinan politik ke kedaulatan rakyat secara langsung (direct democracy) bukan melalui perpanjangan partai yang dalam kamus politik dikenal ”kedaulatan partai” (partycracy).
Mengedepankan visi dan misi yang marketable, merupakan koridor tuntutan yang akan dicapai dalam upaya menarik hati pemilih sebagai kustomer. Untuk itu diperlukan memfokuskan pengalokasi potensi sumber suara pendukung politik dengan strategi membangun image kandidat. Berbagai potensi kandidat dipasarkan dengan menggunakan “merek” yang mudah dikenal (”marketable branding”) yang melekat/inherent pada diri kandidat. Keunggulan kandidat menjadi produk yang mudah dijual (”saleable candidate”) melalui sarana promosi, memanfaatkan berbagai sarana (”political market places”). Sebahagian kandidat ada yang melakukukan riset pasar untuk mencari kantong-kantong pendukung tradisional/basis massa loyal dan pendukung potensial/basis massa rasional. Menjual Kandidat sebagai Politik Kewirausahaan ”Political entrepreneurship” memang agak aneh di dengar mengingat konsep politik lebih ke ”cost centered” sedangkan entreperenur cenderung ke ”profit centered”. Koneksi politik dengan membangun ”political networking” melalui pendekatan analisis ekonomi sebagai basis ”political marketing” sangat penting. Mendongkrak popularitas kandidat ke tataran atas (”political elites”)-suprastruktur politik dan bawah (”political grassroot”)-infrastruktur politik dalam sistem politik sangat diperlukan. ”Customer-driven politics” yakni menempatkan konstituan adalah raja akan mudah untuk mengidentifikasi platform pemasaran kandidat dalam tataran politik massa, potensi suara yang diplot yang dapat memberikan kontribusi positif pada pemenangan pemilih. Membangun daya saing politik diperlukan sekaligus sebagai sarana (”market place”) memasarkan kapabilitas kepemimpinannya ke pemilih yang mereka bidik (target group) dengan berbagai desain politik sesuai dengan kondisi dan ekspektasi/harapan pemilih. Pilkada sebagai suatu proses transaksi ”political trading” dalam jangka panjang dapat dikategorikan sebagai “political investment”. Agar tidak terjadi kolaborasi kohesif-negatif antara pemilih dengan kandidat setelah kemenangan dicapai yang akan syarat dengan politik balas budi (”rewarding politics”) dan berpotensi KKN, maka dibutuhkan adanya ”accountable politics:- yakni ethika politik yang diinstitusionalisasikan dengan kekuatan hukum positif bersangsi (”law enforcement”). Jika tidak terbangun moral politik yang baik dan benar, maka sukses Pilkada hanya dalam pelaksanaan Pilkada (3 bulan) akan tetapi tidak menghasilkan pemimpin yang sukses membangun paska Pilkada (5 tahun). Jadi Pilkada bukan ditujukan hanya mendukung kondusifnya iklim politik jangka pendek dengan melihat Pilkada berjalan dengan aman, ternyata dapat kita lihat amannya Pemilu dan Pemilihan Presiden 2004 masih menyisakan kasus hukum di KPU dan berbagai hambatan struktural lainnya.
Paska Pilkada yang perlu dibangun adalah ”memagari” Gubernur/Bupati/ Walikota terpilih dengan pagar hukum sehingga arah pembangunan sesuai dengan koridor hukum positif dan tujuan moral sosial. Kandidat terpilih diharapkan mampu membangun hubungan dengan konstituan dalam jangka panjang dengan jaringan berskala trans-lokal. Sangat memungkinkan apabila sukses menjadi Bupati/Walikota atas dukungan masyarakat dapat mempersiapkan diri untuk mengabdi di tugas-tugas lebih besar. Seorang Walikota/Bupati yang sukses (memimpin dengan baik, dan mengelola administrasi dengan benar) maka akan mempermudah membangun political marketing untuk masuk ke bursa balon Gubernur bahkan menjadi Menteri.
Antagonistik politik “Black Campaigns” Kandidat perlu memahami kondisi sosial sekarang untuk tujuan pemetaan dukungan dimasa mendatang. Analisis kondisi internal kandidat dan situasi ekternal diperlukan melalui input data socio-politik yang mampu memetakan basis massa secara politik (“politically demographic mapping”). Analisis pesaing kandidat dan analisis basis pendukung cukup berpengaruh karena memetakan lawan sebagai “political competitors” jangan dilihat dari sisi negative tetapi ambil substansi positif. Hal ini diperlukan agar para “petarung politik” adalah mereka yang super-kualifai yakni pertarungan antara kandidat dari kategori terbaik dari yang terbaik (“the best of the best”).
Bukan hanya di sisi hukum para kandidat berhak karena telah mengikuti prosedural dan memenuhi persyaratan, akan tetapi yang lebih penting adalah karena mereka merupakan hasil proses seleksi (memilah dan memilih) dari berbagai bakal calon yang terbaik diantara sesamanya (“primus inter-pares”). Partai boleh mengabaikan kandidat potensial yang tidak terfasilitasi karena berbagai persyaratan dan kepentingan internal partai yang mungkin tidak mampu dipenuhi oleh kandidat potensial. Namun mereka bisa muncul menjadi calon independen-non partai. Calon independen dapat meraih simpati dari kalangan pemilih non partisan yang cukup signifikan termasuk dari golongan putih (Golput). Mereka dapat dari kalangan antipati partai karena kecewa dengan kepengurusan yang ada dan sebagai akibat karena program partai yang sloganis-bombatis di saat Pemilu tetapi tidak terealisasikan. Belum lagi pola-pola sikap dan prilaku kader partai yang duduk di lembaga legislatif yang mungkin tidak sejalan dengan keinginan massa pemilih. Adalah sangat disayangi jika ada kecurangan dan upaya-upaya untuk berbuat dengan segala cara meskipun melanggar koridor hukum dan ethika berpolitik yang sehat hanya sekedar untuk menang. Padahal bagi kandidat yang menang, sesungguhnya secara politik populis telah mendapatkan kedekatan hati dengan rakyat yang mungkin telah terbangun cukup lama. Kandidat yang kalah harus berani menempatkan dirinya sebagai figur lapis dua dan phenomena kekalahan adalah tidak lebih dari ”kemenangan yang tertunda” dari hasil yang telah ditetapkan oleh pemilih yang sesungguhhnya telah mereka tempatkan sebagai “political customers” tadi. Namun adakalanya cara-cara non-elegen dan ”kampungan” diterapkan oleh kandidat yang sesungguhnya berpotensi untuk kalah, dan berpeluang kecil untuk mengalahkan lawan politiknya.
Kita sangat familiar dengan jargon politik ”black campaigns” yang sesungguhnya bersifat antagonistik dan justru bisa meningkatkan rating popularitas orang yang diblack-campaingkan. Cara kotor ini menjadi stigma atau noda dalam proses politik yang demokratis. Secara teoritis kampanye negatif hanya menghasilkan reaksi positif bagi orang yang dikampanye-negatifkan karena secara otomatis ”si objek” memperoleh nilai tambah dalam kampanye tak langsung (”indirect campaign”) atas dirinya. ,Mereka dapat dikategorikan sebagai orang yang dianiaya dan teraniaya. Teori “look glass-self” yang berarti ”saya adalah apa yang orang lain lihat/pikirkan” terwujud di sini. Mereka yang mengkampanyekan negatif terhadap lawan politiknya dalam teori ini sesungguhhnya telah mengkampanyekan sifat negatif atas dirinya sendiri di hadapan publik atau justru lebih banyak menceritakan sisi buruk dirinya sendiri dibandingkan lawannya. Permasalahannya, banyak kampanye negatif hanya muncul dalam bentuk informasi tampa mengetahui sumber pengirimnya, namun arahnya jelas ditujukan untuk mengecilkan seseorang agar orang lain yang didukungnya menjadi besar, kuat dan menang. Perlu dipahami bahwa sangat kecil kemenangan dicapai melaui cara-cara seperti ini.
Politik lokal Bermulti-dimensi Memang secara politik praktis, Pilkada Propinsi Kepulauan Riau termasuk Batam dilaksanakan di tingkat lokal, tetapi mengingat ”sifat lokalitas Kepri dan Batam yang sudah ”go international”, maka aroma dan dinamika politik provinsial dan lokal juga akan berimplikasi pada efek global. Jadi Pilkada di Kepri dan Batam jangan dianggap enteng hanya sebagai suatu proses politik reguler dan rutin karena ia akan berdampak pada ekonomi kosmopolitan yang telah dikembangkan. Secara geo-politik perlu disadari bahwa kamajuan ekonomi lokal di Kota Batam saat ini sudah mengalami internasionalisasi ke tataran pasar global. Adalah wajar apabila Pemerintah Singapura dan Kerajaan Negeri Johor-Malaysia bahkan dunia politik internasional juga mengamati phenomena politik dan proses pemantangan pesta demokrasi di Indonesia ini khususnya yang terjadi di wilayah perbatasan negara mereka.
Jadi bahwa Pilkada bukan hanya suatu proses politik sesaat dan setempat. Dalam dimensi waktu dan tempat jawabannya adalah ”ya/benar” bahwa Pilkada insya Allah sukses dilaksanakan di Propinsi Kepulauan Riau/Kabupaten/Kota di wilayahnya, dan sukses dilaksanakan tepat waktu. Namun dari sisi efek pada tataran ekonomi yang lebih luas dan politik yang mendalam masih perlu dipertanyakan. Sukses Pilkada bukan sekedar mampu melaksanakan berbagai tahapan sesuai dengan proses dan prosedural sebagaimana yang dipersyaratkan tetapi mampu menghasilkan pemimpin yang dapat mengisi makna dan maksud kenapa Pilkada dengan dana milyaran rupiah itu dibutuhkan.
Dalam perspektif politik moderen, adalah hal yang wajar dan normal jika memasukkan proses Pilkada pada analisis ”costs and benefits” yang menjadi konsep kunci untuk menemukan model yang sehat dan akurat serta bermanfaat dalam menentukan satu pilihan dari berbagai alternatif yang dianggap terbaik. Dalam kaitan ini, perlu dicermati sekali lagi bahwa Pilkada bukan semata-mata peristiwa politik, tetapi sudah masuk ke dimensi ekonomi dan dimensi-dimensi lainnya.
Konsekwensi logis dari institusionalisasi Pilkada ke dalam transaksi ekonomi, maka yang diperlukan adalah adanya penerapan prinsip-prinsip political management model yang moderen, terbuka, akuntabel, termasuk didalamnya adanya ”marketing strategy” yang efektif dan lagi efisien.
Hanya dengan cara inilah, pemborosan di tingkat kelembagaan (KPUD/Desk Pilkada) dapat ditekan dan pemubaziran dana oleh kandidat dapat diantisipasi. Perlu ditekankan bahwa Pilkada adalah hanya sebuah sarana dan wacana untuk mencapai tujuan, dan bukan tujuan itu sendiri. Kenapa kita harus habis-habisan, sampai kita harus kehabisan kehal-hal yang tidak habis-habisnya? Semoga. Diposkan oleh
Langganan:
Postingan (Atom)